Yusuf Estes, (l. 1 Januari 1944) adalah seorang bekas paderi Kristian Amerika Syarikat yang telah memeluk Islam pada 1991. Beliau pernah menjadi paderi Muslim untuk Biro Penjara Amerika Syarikat selain wakil ke Persidangan Keamanan Dunia PBB untuk Pemimpin Agama pada September 2000. Aktif dalam kerja-kerja dakwah di A.S., beliau sering menjadi pensyarah jemputan dan penceramah ucap utama di pelbagai acara Islam selain muncul di saluran-saluran TV satelit Islam.



Estes lahir dari keluarga Kristen yang taat di Midwest, Amerika Serikat. Keluarganya secara turun-temurun membangun gereja dan sekolah di AS.
Ia menempuh pendidikan dasar di Houston, Texas. Semasa kecil, ia selalu menghadiri gereja secara teratur. Ia dibaptis pada usia 12 tahun di Pasadena, Texas.

Keingintahuannya yang besar terkait ajaran Kristen membuatnya ingin mengunjungi gereja-gereja lain. Ia datangi gereja Metodis, Episkopal. Nazareth, Agape, Presbyterian dan lainnya.

Tak hanya itu, Estes juga mempelajari agama lain seperti Hindu, Yahudi, dan Buddha. “Saya tidak menaruh perhatian serius pada Islam. Inilah yang banyak ditanyakan oleh teman-temanku,” kenang dia.

Tak hanya tertarik dengan agama, Estes juga menaruh perhatian pada musik, utamanya musik klasik. Kebetulan, keluarganya gemar menikmati musik. Ia bahkan menjadi pengajar Keyboard pada tahun 1960 dan tiga tahun kemudian memiliki studio sendiri di Laurel, Maryland.

Seiring berlalunya waktu, bisnis yang digeluti Estes terus berkembang. Bersama ayahnya, ia membuat program hiburan dan atraksi. Ia juga membuka toko piano dan organ sepanjang jalan dari Texas, Oklahoma dan Florida.

Dari bisnis itu, Estes memperoleh pendapatan hingga jutaan dolar AS. Tapi ada satu hal yang mengganjal. Pikirannya tidak merasa tenang. “Mengapa Tuhan menciptakan aku? Apa yang Tuhan inginkan?. Tapi di agamaku terdahulu, siapa pun harus percaya tanpa perlu bertanya,” tuturnya.

Satu hal yang membuat Estes merasa aneh adalah tidak terdapat kata “trinitas” dalam Injil. Masalah itu, kata dia, telah menjadi perhatian selama dua abad. Ia pernah mempertanyakan masalah ini kepada para pendeta.

Nyatanya, tidak ada jawaban yang logis. Sebaliknya, terlalu banyak analogi dan pendapat yang aneh. Untuk sementara pikiran itu teralihkan oleh kesibukannya dalam mengurusi bisnis.

Bisnis Estes terus berkembang, kali ini ia memproduksi lagu-lagu pujian dan mendistribusikannya secara gratis kepada pensiunan, rumah sakit dan panti jompo. “Memberikan siraman rohani kepada orang lain membuatku lupa dengan keraguan yang kualami,” ungkapnya.

Diawal 1991, bisnis Estes mulai merambah keluar negeri. Negara pertama yang ia kunjungi adalah Mesir.

Di negeri Piramida, Estes bertemu dengan seorang pria Muslim. Satu hal yang ada di pikiran Estes tentang Muslim, “teroris”. Estes tidak percaya ia harus berhubungan dengan sosok yang begitu ia benci.

“Mereka tidak percaya kepada Tuhan. Mereka adalah penyembah kotak hitam di padang pasir. Mereka cium tanah lima kali sehari. Sial, saya tidak ingin bertemu dengan mereka,” kata Estes menirukan ucapannya dahulu saat tiba pertama kali di Mesir.

Sikap Estes akhirnya luluh, ketika ayahnya menjelaskan sosok yang bakal ditemui. Ayahnya mengatakan calon klien yang akan ditemui memiliki kepribadian yang baik. Tapi alasan yang paling diterima Estes adalah rencana ayahnya untuk mengkristenkan setiap Muslim. “Itulah alasan kuat yang akhirnya membuat saya mau bertemu dengan pria Muslim itu,” ucapnya.

Akhirnya, Estes dan ayahnya bertemu dengan pria Muslim itu setelah kebaktian. Dengan sikap jumawa, Estes memegang erat Injil di tangannya. Ia bawa salib dengan tampilan mengilap. Detik-detik bertemu dengan kliennya itu, Estes terkejut.

“Orang ini sangat hangat. Mereka ramah sekali,” kenang Estes ketika bertemu pertama kali dengan pria tersebut. Penampilan pria ini seperti kebanyakan masyarakat Arab. Mereka kenakan jubah panjang, bersorban, dan berjanggut. Bedanya, pria ini tidak memiliki rambut.

Bertemu dengan Seorang Muslim
 Pada tahun 1991 ayah Yusuf mulai terlibat bisnis dengan orang-orang Mesir dan pada suatu waktu meminta Yusuf untuk menemui salah seorang dari mereka. Yusuf tertarik dengan tawaran sang ayah. Namun, saat ayah mengatakan bahwa pria yang akan ditemuinya adalah seorang Muslim, Yusuf tidak mempercayainya. Seorang Muslim? Tidak.
Yusuf tidak sudi. Ia mengingatkan ayahnya tentang berbagai macam hal buruk tentang orang-orang Islam. Mereka adalah teroris, pembajak, penculik, pengebom dan apalagi yang orang tidak tahu tentang mereka? Belum lagi bahwa mereka tidak percaya pada Tuhan; mereka menciumi tanah lima kali sehari dan mereka menyembah kotak hitam di gurun. Kepada ayah, Yusuf bilang tidak akan mau menemui orang itu.
Ayahnya bersikeras agar Yusuf menemui orang itu dan berusaha meyakinkan Yusuf bahwa ia seorang pria yang baik. Akhirnya Yusuf menyerah dan setuju untuk bertemu dengan si Muslim itu. Tapi dengan cara Yusuf, yaitu bertemu pada hari Minggu tepat setelah selesai dari Gereja. Jadi, Yusuf dalam kondisi baik dan siap untuk berdoa pada Tuhan.
Yusuf membawa serta Al-Kitab di bawah lengannya seperti biasa. Dia juga mengenakan salib besar yang mengkilat tergantung di lehernya dan tak lupa sebuah topi bertuliskan "Jesus adalah Tuhan" tepat di bagian depan. Istri dan kedua anak perempuannya juga datang dan mereka siap untuk menemui si 'Muslim' itu.
Ketika Yusuf tiba di toko dan menanyakan pada ayahnya mana si 'Muslim' itu, ia menunjuk ke suatu arah, dan berkata, "Itu dia ada di sana." Yusuf bingung. Itu bukanlah Muslim. Bukan!
Yusuf mencari seorang pria besar dengan jubah dan sorban di kepalanya, jenggot yang bergelayut ke bawah hingga kemeja dan alisnya yang melintang di depan. Tapi pria ini tidak berjenggot. Faktanya, ia bahkan tidak punya rambut di atas kepalanya. Ia malah cenderung botak. Dan ia sangat ramah dan hangat, datang menghampiri lalu menjabat tangan Yusuf. Ia pria yang menyenangkan. Ini tidak masuk akal. Yusuf mengira ia adalah teroris dan bomber.
Mulai Terkejut
Setelah perkenalan singkat, Yusuf bertanya padanya, "Apa Anda percaya adanyaTuhan?" Dia berkata, "Ya."(Bagus!)
Kemudian Yusuf bertanya lagi, "Anda percaya Adam dan Hawa?" Dia menjawab: "Ya."
Yusuf lalu bertanya, "Bagaimana dengan Ibrahim (Abraham)? Anda meyakini dia dan bagaimana ia mencoba mengorbankan anaknya demi Tuhan?" Ia menjawab: "Ya."
Kemudian Yusuf bertanya lagi, "Bagaimana dengan Musa, Daud (David), Sulaiman (Solomon) dan Yahya (John) sang Pembaptis ?" Ia menjawab, "Ya."
Yusuf bertanya lagi, "Anda percaya Injil (Bible) ?" Lagi, ia menjawab, "Ya." Jadi, sekarang tiba saatnya untuk satu pertanyaan besar, "Apakah anda percaya Isa Almasih (Jesus)? Bahwa dia adalah Kristus dari Tuhan (the Christ of God)?" Lagi ia menjawab, "Ya."
Jawaban orang Muslim itu benar-benar mengejutkan Yusuf. Namun, Yusuf masih gengsi mengakuinya dan masih berusaha mengajak orang Muslim itu agar tertarik dengan ajaran Kristen. Ia lalu bertanya pada orang itu apakah ia suka teh dan ia bilang ya. Maka, mereka pergi ke kedai kecil di mall dan duduk di sana berbincang-bincang tentang topik kesukaan Yusuf: Keyakinan.
Saat mereka duduk di warung kopi kecil selama berjam-jam untuk berbincang-bincang (bahkan Yusuf yang terlalu banyak bicara) Yusuf tahu bahwa orang itu adalah seorang pria yang baik, sabar, dan bahkan sedikit pemalu. Dia mendengarkan dengan seksama setiap kata yang diucapkan Yusuf dan sama sekali tidak menginterupsi walau hanya sekali. Yusuf menyukai orang ini dan dia mulai berpikir bahwa orang itu punya potensi untuk menjadi seorang Kristen yang baik.
Hari demi hari, mereka berkendaraan bersama dan berdiskusi mengenai berbagai isu termasuk perbedaan keyakinan yang dimiliki oleh beragam orang. Dan sepanjang perjalanan tersebut, Yusuf tentu saja sambil menghidupkan siaran radio favoritnya, yakni tentang peribadatan dan pujian untuk membantu memasukkan pesan-pesan pada si muslim ini.  
Suatu hari Yusuf mengajak Muhamad (nama Muslim itu) untuk tinggal bersamanya. Muhammad setuju. Tidak lama kemudian, Yusuf juga mengajak pendeta yang dikenalnya di rumah sakit untuk tinggal bersamanya. Setiap malam mereka berkumpul di meja makan usai makan malam, untuk mendiskusikan agama. Ayah Yusuf membawa Al-Kitab Versinya King James (King James Version of the Bible). Yusuf sendiri membawa versi Al-Kitab Standard yang telah direvisi (Revised Standard Version of the Bible). Istri Yusuf membawa versi lain lagi dari Al-Kitab. Pendeta itu punya Al-Kitab Katolik (Catholic Bible) yang punya tujuh buku lebih banyak yakni Al-Kitabnya Protestan. Jadi, mereka semua lebih banyak menghabiskan waktu membicarakan mana Al-Kitab yang benar atau yang paling benar, ketimbang mencoba untuk meyakinkan Muhamad agar menjadi Kristen.
Yusuf kemudian menanyakan Muhamad berapa banyak versi Al Quran? Dia menjawab bahwa hanya ada SATU Al QURAN. Dan bahwa kitab suci itu tidak pernah berubah. Ia bahkan memberitahu Yusuf bahwa ratusan juta Muslim telah hafal Quran dan juga telah mengajarkannya pada orang lain hingga hafal sampul demi sampul dan huruf demi huruf dengan sempurna, tanpa ada kesalahan sedikit pun.
Mata Yusuf terbelalak. Suatu hal yang sulit dipercaya! Di atas semuanya, bahasa asli Al-Qur'an masih terjaga keasliannya, sementara bahasa asli Al-Kitab telah lama mati berabad-abad yang lalu dan dokumentasinya itu sendiri telah lama hilang selama ratusan bahkan ribuan tahun yang lalu. Jadi, hal seperti ini bagaimana bisa begitu mudah melestarikan dan membaca dari halaman demi halaman.

Masuk Islam
Pada suatu hari pendeta Katolik itu meminta Muhammad agar ia diijinkan untuk ikut dengannya pergi ke Masjid. Lama sekali mereka pergi dan tidak pulang-pulang. Hingga hari menjadi gelap dan Yusuf khawatir kalau-kalau terjadi sesuatu pada mereka. Akhirnya mereka pulang juga, dan ketika mereka datang Yusuf mudah mengenali betul Muhamad, tapi siapa pria dengan pakaian panjang di sebelahnya? Seseorang memakai jubah putih dan peci putih. Ternyata dia adalah pendeta Katolik itu. Spontan Yusuf bertanya padanya, “Apakah kamu menjadi seorang Muslim?” Dia bilang bahwa ia telah masuk Islam pada hari ini.
Yusuf lalu pergi ke lantai atas untuk memikirkan sesuatu, dan mulai berbicara pada istrinya tentang agama secara lebih menyeluruh. Istrinya kemudian mengaku bahwa ia tertarik dengan Islam. Yusuf sungguh terkejut untuk ke sekian kalinya. Akhirnya, pada pukul 11:00 pagi saat itu, Yusuf pun mengikrarkan dua kalimat syahadat di hadapan dua kawannya, mantan pendeta yang dikenal dengan Pastor Jacob Petrus (Father Peter Jacob's) dan Muhamad Abdul Rahman (Mohamed Abel Rehman). Setelah itu, giliran istrinya yang masuk Islam dan beberapa bulan kemudian ayahnya menyusul.
Demikian kisah seorang penganut Kristen taat yang kemudian menjadi muallaf yang gigih dalam menegakkan ajaran-ajaran Islam. Atas sumbangsihnya dalam penyiaran agama Islam di Amerika dan sekitarnya, ia pun diganjar penghargaan sebagai Tokoh Islam Tahun 2012. Sebuah prestasi yang membanggakan, mengingat ia hanyalah seorang muallaf.

Post A Comment: